Kritik
Syamsul Bahri, S.Pd
Kritik
mempunyai lawan kata sanjungan atau pujian. Berbicara kritik, umumnya orang
tidak ingin mendengarnya karena hati dan pikiran kita selalu mengaitkan kata
kritik ini dengan sebuah makna konotasi negatif. Bahkan saking bencinya
terhadap kritik banyak hal yang dilakukan oleh seseorang, diantaranya dengan
menuliskan kata “Say no to critics and say yes to compliment”.
Jika sebuah
kritik yang sifatnya membangun dan mampu menyadarkan kita dari terlelapnya
sebuah atau bahkan ribuan sanjungan, maka yang patut untuk diapresiasi adalah
bukan sanjungan tapi kritikan tersebut karena pada dasarnya telah menyelamatkan
dari sebuah kehancuran besar. Beruntunglah bagi mereka yang mampu memimpin
dirinya sendiri atau memimpin sebuah institusi atau perusahan dan lain
sebagainya yang mampu bangkit dan berhasil memimpin karena kritik
membangun tadi.
Jika kita
analogikan kritik itu sebagai sebuah obat yang wajib kita minum, maka kita tahu bahwa rasa obat itu pahit, tidak
enak terkadang membuat perut terasa mual. Tapi sebagaimana maklumi bersama bahwa obat tersebut mempunyai efek
menyembuhkan, pun demikian dengan kritik yang dilontarkan maka kemungkinan itu
bisa menyadarkan orang dalam kerterbuaian sanjungan, kebodohan diri, kesombongan
diri, kekhilafan diri, dan lain sebagainya. Maka, jika kritik itu tidak membuat
orang tersebut berubah atau tidak mempunyai efek sama sekali maka kita akan
berasumsi bahwa penyakit tersebut bertambah parah.
Lebih parah
dari itu, kritik terkadang membuat seorang pimpinan menjadi berlaku tidak adil
terhadap bawahannya, menganggap kritikan yang dibangun oleh bawahannya sebagai
bentuk resistensi terhadap kebijakan hingga menganggap provokator atau
pembangkang kebijakan, padahal kritik itu untuk didengarkan lalu dipikirkan,
dikaji dengan bijak dan dicarikan solusi terbaik. Sebaliknya jika banyak
disanjung maka luluh benteng hatinya sekali dipuji terus ingin dipuji hingga
menganggap kritik sebagai batu sandungan yang akan menjegal.
Maka dari itu
manusia dibekali akhlaq, ilmu, akal fikiran dan hati ini untuk selalu Iqra atau
membaca kritik dengan bijak, tidak mengedepankan emosi dan keinginan diri yang
membuat semuanya menjadi tak terkendali. Tapi dari semua hal ini, kritikpun
harus dipresentasikan atau disajikan dengan bijak, optional bahkan jika mampu
solutif.
Apakah anda
alergi kritik? . . . Apakah kita semua alergi kritik? . . .